Okky Madasari menulis dua novel berlatar 98 karena ingin mengangkat isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, sebuah karya fiksi mempunyai privilese untuk mempengaruhi pembacanya. Kita bisa melihat masa (98) itu dari berbagai macam emosi, tidak melulu berupa kesedihan. "Kompetisi menulis ini bukan semata lomba menulis, tapi pada akhirnya menjadi ajang merawat ingatan bersama, ajang untuk membentuk kesadaran bersama."
Banyak aspek-aspek keberanian yang bisa digali dan menantang kita untuk lebih selektif melihat angle dalam mengangkat suatu cerita, seperti pada empat cerita pilihan Okky Madasari yang berhasil menelusuri lorong-lorong sejarah. Dengan narasi yang jujur dan penuh empati, Sepotong Kisah di Balik 98 bukan sekadar catatan sejarah; ini adalah cermin yang merefleksikan kisah kita.
Rumah yang Sama, Pulang yang Beda oleh Goebahan R.
Ruwat oleh Katarina Retno
Ronda Tembok Cina oleh Agung Satriawan
Dierja, 1998 (Gula-Gula-Gila) oleh Ana Latifa